Diskusi Arsip Keluarga

Berikut saya rangkumkan kultwit tentang Arsip Keluarga dari twitter saya (@rinaarsip). Jika berkenan, silakan dievaluasi. Terima kasih.

1. Klo diperhtikn, kesadarn arsip di Indonesia, sudh ml kliatan sdikit ada pningkatan. slh satuny adany Idenesia

2. InsyaAllah tmn2 psti sudh bnyak yg tahu sepak terjang mrka. itu dlm skup besar. bgmana dg skup kluarga, t4 dmna sgl sstuny dimulai?

3. Mnurut analisis slh satu dosen sy, blum bnyak kluarga Indonesia yg mmiliki ksadarn arsip

4. Mngapa?slh satu pnyebab yg pling klasik adl kurng memahami arti pnting arsip

5. Sbagian bsar org mnganggp arsip hnya ada di kantor. pdhl klo dicermati, stiap qta, sbg pribadi maupun anggota kluarga, jg mnghasilkn arsip

6. Apa saja arsip yg hmpir dipastikn dihasilkn/dimiliki msg2 kluarga?

7. sbgai contoh: ijazah sekolah-kulyah, KK (kartu keluarga), piagam&sertifikt pnghargaan, akta kelahiran, surat tanah

8. bahkan kuitansi pmbelian barang2 rumah tangga maupun struk belanja yg sllu dibawa ibu2, itupun dpt dikategorikn sbg #ArsipKeluarga

9.bs jd sbgian dr qta brtanya2, ngapain nyimpen2 struk2 blanja smpe kuitansi?menuh2in aja.

10. dlm manajemen rumah tangga, jg trkait jg dg manajemen finansial. bgmn qta mngelola keuangn kluarga, atw keuangn pribdi sbg anggota kluarga

11. nah, struk2 belanja smpe kuitansi td dpt mjdi media evaluasi ats manajemen finansial yg dijalnkn suatu kluarga

12. jk dirasa besar pasak dripda tiang, qta dpt mlihat ulang, blanja apa saja yg mnyebabkn itu, tentu sj dri struk2 blanja&kuitansi, bukn?

13. dlm hal ini, arsip brfungsi sbg alat bukti kerja manajemen. baik manaj. kluarga, bhkan hingg manaj. brnegara

14.lantas bgmana bntuk sederhana dri kesadrn akn pntigny #ArsipKeluarga?

15. Bntuk sderhana yg dpt lgsg diterapkn adl dg mnyimpan #ArsipKeluarga dg cara yg baik&benar shg tdk mudh hilang&mudh ditemu balik

16. konkretnya?dkluarga sy, ayah sllu mnyediakn tmpat khusus utk dokumen2 smcm akta kelahiran, ijazah2 skluarga, surat tanah, dll dlm sbuah map

17. tntu saja bukn map yg bnyak ditemui di tukang fotokopian krna map tsb hnya brsifat smntara&tdk than lama skaligus makan tmpat

18. map yg kami gunakan adl smcm Document Keeper dri bahan spti yg digunakn pd sampul buku agenda. didlmny dpt mmuat arsip2 kluarga yg sy sbutkn

19. Urutan dlm map tsb dpt disesuaikn dg kbutuhan msg2 kluarga. krna msg2 kluarga psti mmiliki urutan pioritas yg brbda2 dlm pnggunaan arsipny

20.Dg mnyimpan #ArsipKeluarga secara rapi&rutin, insyaAllah ktka ada mslh yg mmbutuhkn pmbuktian arsip, qta tdk prlu khawatr lg

21. krna #ArsipKeluarga qta sudh trsimpan dg rapi&trjaga dari sgla bntuk tindak pncurian, insyaAllah…

22. Mmulai kdisiplinan&krapian dlm #ArsipKeluarga, maka qta akn trbiasa rapi&disiplin dlm tata administrasi lain saat di masyarakat, insyaAllah


Dokumen Pemilu di Kupang Musnah

Kantor Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kupang, NTT, musnah terbakar, Selasa (7/2) pukul 06.00 WITA. Semua dokumen pemilihan umum tahun 2004 dan 2009 ludes.

Sumber api yang melalap bangunan berlantai dua itu diduga dari hubungan pendek arus listrik. Nilai kerugian fisik diperkirakan mencapai Rp 300 juta. Kehilangan atas arsip dokumen pemilu itu bakal merepotkan jika anggota legislatif yang terpilih melalui Pemilu 2004 dan 2009 mengalami masalah hukum.

Sebagian besar kantor pemerintahan Kabupaten Kupang sudah pindah ke kantor baru di Oelamasi, sekitar 40 kilometer dari kota Kupang. Namun, beberapa kantor masih berada di kota Kupang, seperti kantor DPRD, KPUD NTT, PDAM dan kantor Panwaslu. Juru Bicara KPUD NTT Djidon Dehan di Kupang, Selasa, mengatakan bahwa sesuai rencana pada Kamis (9/2) kantor KPUD Kabupaten Kupang pindah bersamaan dengan Gedung DPRD Kabupaten Kupang ke lokasi baru di Oelamasi.

“Tidak ada satu pun dokumen fisik diselamatkan”, kata Dehan.

Dokumen pemilu legislatif dan pilkada Bupati Kupang yang dilakukan secara bersamaan pada tahun 2004 dan 2009 ludes terbakar, seperti, data parta politik, kuitansi, pas foto serta lembaran-lembaran lamaran dari calon bupati dan calon anggota DPRD. Semua sarana komputer, printer, lemari kantor dan lain-lainnya ikut terbakar. “Memang kami dari provinsi masih punya data itu, tetapi hanya berupa angka yang tersimpan di komputer. Namun, dokumen fisik seperti lembaran lamaran dan sejenisnya tidak bisa diselamatkan lagi. Dokumen fisik ini penting bila terjadi masalah administrasi dan hukum pada anggota legislatif yang sudah terpilih”, katanya.

Sebagian besar bangunan kantor berlantai dua itu sudah lapuk. Bagian lantai dua itu sendiri sudah terbangun dari bahan kayu. Kantor dinas perindustrian dan perdagangan yang merupakan satu atap dengan KPUD sudah pindah ke lokasi baru, di Oelamasi.

Kebakaran serupa menimpa Kantor KPUD Timor Tengah Utara (TTU) dan kantor Badan Perlindungan Masyarakat TTU, Senin. Semua sarana dan prasarana kantor itu ludes.

Sumber: Kompas cetak, Rabu 8 Februari 2012, halaman Nusantara kolom I


Hobi yang Memupus Penantian Panjang

Bagi keluarga prajurit yang hilang di medan perang, ada penantian panjang untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi pada orang-orang yang mereka cintai. Kepastian tentang apa yang terjadi terhadap mereka, dan di mana mereka berada saat ini, akan memupus penantian panjang itu dan membawa kedamaian.

Namun, hal itu sama sekali tak terpikir oleh Shaharom Ahmad (37) dan teman-temannya saat memulai hobi mereka melacak reruntuhan pesawat peninggalan Perang Dunia II di wilayah Malaysia tahun 1996.

Sebagai peminat sejarah militer, Shaharom dan lima temannya tertantang mencari bangkai pesawat-pesawat militer yang hilang pada masa itu. Bahkan, hingga saat ini, hampir 70 tahun setelah perang itu berakhir, masih ada sedikitnya 100 bangkai pesawat milik Amerika Serikat dan Inggris yang tersebar di wilayah India, Thailand dan Malaysia yang belum ditemukan. Itu belum terhitung pesawat-pesawat milik Jepang.

Dengan berbekal informasi lokasi terakhir pesawat yang dilaporkan dalam arsip-arsip perang, ia dan teman-temannya memulai perjalanan ke berbagai lokasi yang diperkirakan menjadi tempat jatuhnya pesawat, baik karena kecelakaan maupun ditembak musuh. Mereka menempuh perjalanan berhari-hari, kadang menembus rawa-rawa atau hutan rimba di lereng pegunungan.

Setelah ditemukan, situs-situs jatuhnya pesawat itu tak mereka ganggu. Mereka hanya mengambil foto lokasi dan detail reruntuhan pesawat, kemudian mengunggahnya ke laman mereka di mhg.mymalaya.com. Foto-foto tersebut kemudian akan tersebar dan dibahas di kalangan para peminat sejarah militer dari seluruh dunia. “Dalam hitungan hari, bahkan jam, kami bisa mengidentifikasi reruntuhan pesawat itu, dan bahkan berkomunikasi dengan keluarga para pilot yang hilang selama bertahun-tahun, dan memberi tahu mereka kami telah menemukan jasad-jasad orang-orang yang mereka cintai”, tutur shaharom, yang sehari-hari bekerja di bagian teknik kantor berita Bernama itu.

Pengalaman emosional dengan keluarga para penerbang yang hilang ini membuat Shaharom dan kawan-kawannya semakin semangat menekuni kegiatan mereka. Dalam sepuluh tahun terakhir, mereka tela menjalani 40 ekspedisi. Ekspedisi yang berbiaya seadanya dari sumbangan pribadi orang-orang yang seminat dengan mereka itu, berhasil menemukan 30 reruntuhan pesawat di tujuh lokasi dari sekitar 15-20 lokasi yang disebutkan dalam arsip AS dan Inggris.

Pada 2006, mereka menemukan puing-puing pesawat pengebom B-24 LIberator milik Inggris yang masih berisi jasad para awaknya. “Kami mencari bangkai pesawat yang ada di Malaysia dan membantu mengidentifikasi agar pihak keluarga bisa memupus penantian panjang mereka selama 60 tahun”, tutur Shaharom.

Sumber: Kompas cetak, Selasa 7 Februari 2012 halaman Internasional kolom III

 


Sadar Arsip, Sadar Masa Depan

Kepahaman menimbulkan kesadaran untuk berbuat sesuatu. Hal itu juga berlaku di bidang kearsipan. Bagi sebagian besar orang, terutama mahasiswa, masih saja ada yang belum paham apa itu arsip. Jadi jangan heran kalau tertib administrasi dan dokumentasi di kalangan mahasiswa, bahkan di kalangan aktivis mahasiswa masih kacau balau. Kesadaran akan pentingnya arsip, yang sudah berbusa-busa disampaikan pihak ANRI, hingga para pejabat negara dan tokoh nasional mungkin belum terdengar sampai ke telinga kawan-kawan aktivis.

Sadar arsip yang pernah dikampanyekan ANRI, pada dasarnya menjadi upaya untuk menyadari masa depan seperti apa yang kita kehendaki. Arsip bukan sekedar salah satu barang sejarah yang hanya disimpan lantas hanya diperlukan ketika pameran-pameran atau penelitian. Jika kita membuka arsip, kita tidak sekedar membaca sejarah atau masa yang telah lewat, tapi juga berupaya meraba masa depan. Arsip dapat menjadi peta atau panduan dalam memutuskan berbagai kebijakan organisasi, apapun dimanapun. Jadi janganlah heran ketika ada yang menanyakan, “bisa lihat arsip tahun lalu?”. Karena bisa jadi ia tidak ingin mengulang kesalahan atau kebijakan yang keliru atau mungkin belum sempat terlaksana padahal punya manfaat yang besar bagi manajemen organisasi.

Bagi sebagian orang akan beranggapan bahwa bidang kearsipan tidak memperlihatkan kontribusi konkret layaknya bidang ilmu lain. Bidang kearsipan tidak langsung menjawab kebutuhan masyarakat. Tapi kemudian, bukan berarti para insan kearsipan tidak peduli dengan persoalan-persoalan masyarakat. Seperti yang sudah saya singgung diatas, bidang kearsipan erat kaitannya dengan masalah kebijakan, regulasi. Jika kebijakan-kebijakan yang  dihasilkan tidak menimbulkan masalah, sangat mungkin pembuat kebijakan itu cerdas dalam membaca dan mengelola sistem kearsipannya.

Sekali lagi, belajar arsip bukan hanya belajar sejarah, tapi juga belajar mengelola dan merancang masa depan bangsa.

Salam arsiper!


Karya Ilmiah vs Kelulusan

Mahasiswa, selain identik dengan kekritisan pemikiran dan dinamika pergerakan dalam memandang masalah-masalah sosial dan kenegaraan, juga terkait erat dengan tulisan-tulisan ilmiah, atau biasa disebut karya ilmiah. Karya ilmiah yang dihasilkan seorang mahasiswa dapat menjadi barometer pemahamannya atas suatu bidang ilmu yang tengah ia pelajari. Karya ilmiah bukan merupakan hasil tulisan imajinatif layaknya cerita-cerita fiksi, tapi ia memuat data dan fakta serta keobjektifan dan kebenarannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara keilmiahan. Penjelasan dalam karya ilmiah menggunakan bahasa yang lugas, jelas dan tidak ambigu, bukan bahasa sastrawi yang tidak jarang memiliki makna ganda, tergantung penafsiran masing-masing individu. Adapun jenis-jenis karya ilmiah antara lain kertas kerja, artikel, skripsi, tesis, disertasi dan laporan.

Beberapa waktu yang lalu, dunia pendidikan tinggi dikejutkan dengan munculnya surat edaran dari dikti yang mewajibkan akademisi perguruan tinggi baik swasta maupun negeri untuk membuat publikasi karya ilmiah sebagai syarat kelulusannya. Keputusan yang memang menuai pro dan kontra. Pihak pro berpendapat bahwa dengan keputusan tersebut harapannya menjadi pemacu bagi mahasiswa agar meramaikan jurnal-jurnal ilmiah dengan perkembangan ilmu pengetahuan dengan karya tulis. Diakui juga oleh salah satu rektor perguruan tinggi di Malang dalam pemberitaan di Kompas.com bahwa tidak semua lulusan sarjana mampu menulis. Beliau juga berpendapat bahwa minimnya budaya menulis di kalangan mahasiswa juga karena faktor plagiarism yang sudah mengakar. Budaya plagiarism semakin kental dengan adanya kemudahan dari mesin pencari Google. Mahasiswa tidak perlu repot-repot membuat, tinggal satu kali klik dan kita dapat menemukan banyak karya ilmiah. Bagi pihak yang kontra, kebijakan Dikti terkesan ambigu karena tidak jelas karya ilmiah yang seperti apa yang dapat dimasukkan dalam jurnal. Belum lagi keterbatasan muatan jurnal tidak setara dengan jumlah lulusan dari masing-masing perguruan tinggi (berita di kolom pendidikan&kebudayaan, harian Kompas tanggal 6 Februari 2012). Lantas bagaimana dengan bidang studi yang belum memiliki jurnal yang mapan? Tentu akan sangat menyulitkan.

Meski demikian, kebijakan tersebut diakui sebagai cara efektif untuk menggugah semangat dan antusiasme mahasiswa dalam membudayakan menulis, utamanya menulis ilmiah. Penulisan karya ilmiah bagi sebagian orang memang dianggap rumit dan ketat, namun bukan tidak mungkin untuk tidak bisa dipelajari. Pembelajaran awal bisa ditanamkan ketika masa-masa awal menyandang status mahasiswa. Penugasan-penugasan berupa makalah, essay, laporan praktikum dapat menjadi metode pembelajaran yang cukup efektif agar mahasiswa terbiasa dengan penulisan karya ilmiah. Adanya keterbatasan masalah jurnal pun bukan menjadi kendala utama untuk menerbitkan suatu karya ilmiah, apalagi bagi yang belum memiliki jurnal ilmu tersendiri. Keberadaan jurnal on-line dapat menjadi salah satu sarana jika dalam terbitan jurnal fisik mengalami keterbatasan. Tentunya perlu disesuaikan dengan tema-tema agar tak serampangan dalam memasukkan judul-judul karya ilmiah mahasiswa. Sistem pembukuan, artinya tidak melalui jurnal, juga dapat dilakukan bagi karya-karya ilmiah yang memang layak dipasarkan.

Namun yang paling utama adalah penerapan karya ilmiah tersebut di masyarakat. Banyaknya tulisan tidak lantas menjadi indikator utama keberhasilan seorang akademisi jika belum di uji di lapangan. Masyarakat kita tidak hanya memerlukan tulisan, tapi juga butuh tindakan nyata untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi. Semoga kebijakan yang akan dimulai mulai Agustus 2012 nanti menjadi gerbang awal dalam membudayakan baca-tulis di kalangan akademisi yang kerapkali keasyikan berbicara tapi minim tulisan.

Wallahu’alam


Jalan-jalan, yuk!

Boleh dikatakan, hampir semua orang menyukai aktivitas yang satu ini. Jalan-jala alias rihlah. Ada sebagian melakukannya untuk mengusir kejenuhan, sebagian lagi karena memang sudah tuntutan tugas. Biasanya para awak media atau para pebisnis yang memiliki tingkat mobilitas lebih tinggi dari profesi lainnya. Tapi bagi saya, jalan-jalan bukan sekedar tugas dari seorang awak media, tapi juga pembangkit semangat dan pencarian inspirasi dari ayat-ayat Allah Swt. yang tersebar di penjuru bumi.

Bisa jadi, beberapa orang bilang, jalan-jalan hanya akan membuang waktu dan biaya. Tapi hal itu tidak akan dialami jika kita mampu memenej dengan baik perjalanan kita, dari perencanaan hingga evaluasi atas hasil yang kita dapatkan dari perjalanan kita. Sekedar kelelahan fisik saja?Atau justru kita membawa sejuta hikmah yang siap dibagi kepada kawan-kawan, entah lewat kreatifitas fotografi maupun tulisan menggugah? It depends on ourself.

Kerapkali ditengah kejenuhan aktivitas monoton perkulyahan, saya menyempatkan diri untuk jalan-jalan. Yaa, meskipun hanya disekitar kampus atau ke Semarang bawah, yang penting bisa menghirup udara di luar, menikmati hiruk pikuk manusia dengan segala aktivitasnya. Hasilnya? Alhamdulillah selama ini ada banyak ide tulisan yang saya dapatkan dari jalan-jalan itu. Memang dimana saja saya terbiasa jalan-jalan?Tergantung budget. Ya iyalah… jangan asal jalan-jalan karna bisa-bisa yang kita hasilkan hanya buang-buang waktu, tenaga dan uang tentu saja. Biasanya saya membiasakan jalan-jalan ke toko buku langganan. Tapi yang ini tidak saya sarankan jika kantong kawan-kawan sedang cekak dan tidak bisa menahan hasrat untuk membeli buku, apalagi para penggila buku. Selain toko buku, tempat lain adalah bangunan-bangunan bersejarah. Melihat-lihat bangunan tua nan antik memang memberikan sensasi tersendiri, apalagi bagi para penggemar sejarah. Kita bisa sekaligus membayangkan suasana saat bangunan-bangunan tua itu masih berfungsi. Jika sedang berkantong tebal, tidak ada salahnya jalan-jalan ke luar kota, apalagi jika kita mendapatkan tugas untuk meliput kegiatan di luar kota ditambah dengan ongkos PP yang ditanggung pihak ketiga, sikat saja! Hal ini juga dengan pertimbangan tidak mengganggu prioritas kewajiban utama kita dan sudah mendapat restu orangtua, supaya tugas dan perjalanan kita menjadi lebih berkah.

Masih banyak lagi tempat untuk jalan-jalan yang full inspirasi, tapi saya tidak menyarankan ke mall-mall karena justru lebih banyak konsumtifnya daripada inspiratifnya. Bahkan saya pribadi menghindari toko buku yang satu atap dengan mall. Justru sangat merekomendasikan jalan-jalan di alam terbuka, mentadaburri ayat-ayat Allah Swt. lewat bentangan alam atau aspek sosial masyarakat sekitarnya.

Jangan lupakan juga ibadah wajib seperti sholat, karena sholat tidak jarang malah ditinggalkan ketika kita sedang jalan-jalan, apalagi jika perjalanan jarak jauh menggunakan kendaraan. Pergunakan kemudahan-kemudahan yang sesuai dengan syari’at, seperti tayammum, sholat di jamak maupun sholat di atas kendaraan. Semuanya sudah tersedia aturannya dalam buku-buku fiqh. Semoga perjalanan kita memperoleh keberkahan dan full inspirasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik.aamiin…

Wallahu’alam


Guru (?)

Beberapa waktu yang lalu, saya disuguhi suatu artikel yang cukup menarik. Seputar pengalaman bersama makhluk ghaib, jin lebih tepatnya. Dan seketika, ingatan saya terlempar pada kejadian beberapa tahun silam, ketika saya masih duduk di bangku SMA. Masa-masa yang kata sebagian besar orang adalah masa-masa paling indah. Benarkah? Ah tidak juga. Justru masa-masa itu adalah masa jahiliyah bagi saya.

Saya punya kawan dekat, sebut saja namanya Sani. Saya kenal Sani sejak kami SMP. Bisa dibilang, dia anak yang aktif, tidak bisa diam, kritis, blak-blakan dan pintar. Pada awalnya tidak ada yang “istimewa” dari seorang Sani, sampai pada suatu ketika, dia sempat bercerita tentang hal-hal yang tidak mengenakkan. Kata salah satu kawan, Sani memiliki “kelebihan”, iya bisa melihat dunia yang tidak bisa di lihat manusia awam. Yah, pada awalnya saya juga tidak begitu peduli dengan “kelebihan” yang dimiliki Sani. Beberapa manusia juga pasti punya lah. Tapi hal itu menjadi terkesan berlebihan ketika kami berkenalan dengan salah satu guru di SMA. Kebetulan beliau salah satu dalang yang cukup fenomenal di kota kami. Sebut saja Pak Suro.

Di sekolah, Pak Suro memang terkenal killer ketika mengajar. Jika sedang ‘naik darah’ tidak jarang meja di kelas bisa melayang. Iya, saya tidak sedang becanda, kawan. Tapi dalam pergaulan sehari-hari, tidak sedikit siswa yang malah lengket dengan beliau lantaran beliau tidak pelit memberikan tips&trik belajar yang efektif. Beliau juga kerap mengundang murid-muridnya untuk berkunjung ke rumah. Berdiskusi hingga tengah malam, apa saja dibahas. Tak terkecuali Sani. Biasanya, tiap ahad, Sani sering mengajak saya (dan beberapa kawan dekat kami) untuk silaturahmi ke tempat Pak Suro. Bahkan, kami sempat membuat semacam event baksos dan pengobatan alternatif gratis di sebuah dusun di kabupaten tegal. Kata Pak Suro, sebagai persiapan kami untuk terjun ke masyarakat. Yah bisa dibilang pembelajaran yang positif.

Hari demi hari, saya (dan tentu saja Sani) jadi kenal dekat dengan Pak Suro dan keluarganya. Istri Pak Suro bahkan tidak segan berbagi cerita keseharian Pak Suro yang ternyata sarat dengan hal-hal mistis. Kalo’ kata bapak saya, namanya juga dalang, ya begitulah kehidupannya. Tapi ada sisi hati saya yang membantah, tapi beliau juga kerapkali menyebut diri sebagai ulama, bahkan wayangnya saja disebut wayang santri. Kenapa masih bersentuhan dengan klenik, apalagi koleksinya juga keris. Baru setelah kuliah, saya dipahamkan tentang istilah Islam Kejawen.

Pak Suro seringkali meminjami Sani buku-buku yang memang mengarah ke aliran kebatinan. Sufi Jawa, katanya. Bahkan, dalam suatu mabit, beliau pernah diundang untuk mengisi dan sempat berdebat keras dengan salah satu kawan kami yang kebetulan pengurus rohis. Oiya, Sani juga salah satu aktivis rohis. Hanya saja ya itu, pandangan dia tentang Islam berbeda jauh dengan yang lain. Nyleneh kata kawan2 rohis.

Tidak hanya dengan Pak Suro, yang sudah dianggap Sani sebagai guru spiritualnya, ada juga kenalan lain dari Kuningan. Sebut saja mas Zein. Mas Zein ini sudah berkeluarga juga. Saya pribadi tidak begitu paham pekerjaan tetapnya apa. Yang jelas, mas Zein seringkali membantu Sani (kadangkala aku) dalam hal-hal ghaib. Pengiriman barang-barang untuk Sani pun dilakukan dengan cara ghaib. Sani pesan apa ke mas Zein, malamnya barang itu sudah ada di tangan.

Yah, intinya, kawan saya itu bukannya ingin sembuh, malah jadi “dimanfaatkan” pihak tertentu dengan “kelebihan” yang dimiliki. Pernah suatu kali, dia di ruqyah di sebuah pesantren. Setiap kali ruqyah, hasilnya memang mengerikan. Kata ustadzahnya, jin yang ada di tubuh Sani tidak mau pergi. Dalam hati saya, ya pantaslah wong aktivitasnya juga sering bersentuhan dengan orang-orang per-klenik-an. Sejak saat itu, ia menjadi enggan untuk di ruqyah.

Sejak saya meneruskan studi di kota pelajar, komunikasi saya dengan Sani menjadi jarang. Hanya mendengar kabar dari teman-teman kalo’ dia sudah berkeluarga. Yah, semoga saja dia sudah lepas dari dunia per-klenik-an.

Satu hal yang saya syukuri, meskipun saya berkawan dekat dengan Sani, tapi saya tidak pernah sedikit pun tertarik dengan dunia kejawen yang dalam pandangan saya tidak lepas dari unsur syirik. Sosok guru pun tidak selamanya menjadi di gugu lan di ditiru kalo’ persoalannya sudah menjalar ke aqidah. Diperlukan sikap hati-hati dan ketelitian ketika kita hendak menjadikan seseorang itu guru spiritual kita. Apakah ia masih memegang betul syari’at atau malah sudah melenceng jauh. Tidak mau khan kalo’ guru kita ternyata nyemplung ke neraka, lantas kita juga ikut2an nyemplung karena asal ngikut saja?Hm?

Wallahu’alam…


Uhud: Bukit Dua Cinta

Ibadah haji, tidak hanya diisi dengan ibadah di masjidil haram atau masjid nabawi saja, tapi juga mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang memiliki hikmah luar biasa, salah satunya adalah bukit uhud. Bukit kemerah-merahan tersebut menyapa kami dalam jangkauan 2 KM.

Jika mendengar bukit uhud, maka ingatan kita akan digiring dalam salah satu peperangan pahit yang dialami Baginda Rasulullah Saw. Meski demikian, ada banyak hikmah yang dapat kita ambil, seperti tentang dua cinta, cinta dunia dan cinta Rasulullah Saw. Tentu kita masih ingat mengapa tentara muslim yang sudah hampir mencapai kemenangan kemudian malah porak poranda lari ke belakang karna’ diserang balik tentara kafir. Ya, hanya karena tentara muslim, dalam hal ini adalah pasukan pemanah yang ditempatkan di atas bukit, tidak bisa bersabar dan lalai terhadap perintah Rasulullah Saw untuk tidak meninggalkan tempat, apapun yang terjadi. Mereka takut tidak kebagian ghanimah yang ditinggalkan tentara kafir. Harta dunia telah merusak kecintaan mereka kepada Rasulullah Saw. Walhasil, melihat tentara muslim yang meninggalkan posisi strategisnya, tentara kafir yang sempat lari mundur, memanfaatkan kesempatan untuk memukul balik tentara muslim yang tengah dimabuk dunia.

Kita tentu ingat, dalam peperangan ini, Rasulullah Saw. kehilangan paman tercinta, Hamzah ra. Beliau pun mengalami luka-luka yang cukup berat. Teringat juga perjuangan beberapa shahabat yang melindungi beliau ketika terpojok oleh karena cintanya kepada beliau.

Di bukit itu pula para syuhada Uhud dimakamkan. Saya dan para jama’ah haji menyempatkan diri untuk berdoa di area terluar makam. Pimpinan rombongan juga menjelaskan posisi tentara muslim dan Rasulullah Saw. ketika perang terjadi. Saya pribadi sempat mengimajinasikan suasana perang Uhud itu. Dentingan suara pedang, kuda-kuda yang terpacu dan lengkingan takbir yang menggema di segala penjuru.

Cinta dunia dengan segala kefanaannya hanya akan menghasilkan banyak mudharat, bahkan mampu mengikis iman kita.

Wallahu’alam…


Lost in Mecca

Ada keharuan tersendiri manakala bersama-sama ayah dan ibu, juga jama’ah haji lainnya berjalan menuju Masjidil Haram. Meski diserang rasa kantuk karena kami hanya sempat beristirahat tidak lebih dari satu jam, namun keinginan untuk segera memasuki Rumah Allah dan melihat langsung Ka’bah, segera saja rasa kantuk itu lenyap. Jarak pondokan kami menuju Masjidil Haram hanya berjarak 1,5 KM. Jalannya berbukit, bahkan tanjakannya ada yang mendekati 60 derajat, cukup curam memang. Bagi kawan-kawan yang tidak terbiasa berjalan kaki dengan tanjakan curam sebesar itu, sudah dipastikan akan berhenti di tengah tanjakan, mengambil jeda istirahat. Atau mempersiapkan bekal lebih. Seperti itu juga yang dilakukan kebanyakan jama’ah haji seluruh dunia. Bahkan ada yang rela mengangkut dua-tiga jiriken untuk bekal air minum. Padahal di dalam Masjidil Haram sendiri melimpah air zamzam. Gratis!

Pada awal-awal prosesi ibadah haji, kami berangkat ke Masjidil Haram tepat pukul 3 dini hari. Jika di Indonesia, jam-jam itu masjid masih tertutup, namun tidak di Masjidil Haram, bahkan kami tidak dapat masuk ke area dalam masjid karena saking penuhnya. Usai sholat Subuh berjama’ah, kami bersiap untuk masuk ke dalam. Memulai thawaf pertama sejak kami tiba di tanah Makkah Al Mukaromah. Ketua rombongan mulai memberikan instruksi yang intinya apapun yang terjadi harus tetap sami’na wa atho’na terhadap segala yang diperintahkan ketua. Jangan sampai ada yang keluar dari rombongan karena hal ini akan menyulitkan pencarian karena hari pertama kami tiba, Masjidil Haram sedang penuh-penuhnya jama’ah. Berbeda jika prosesi ibadah haji telah usai. Setelah pengarahan selesai, kami pun beriringan masuk.

Saya pribadi sempat tercenung melihat area terdalam Masjidil Haram. Subhanallah… mushaf berjejer rapi di tiap tiang penyangga masjid dan beberapa rak yang melingkar rapi di sudut-sudut area Masjid. Tempat wudhunya juga terpisah dan sangat bersih. Airnya sejuk, khas zamzam. Kami disini wudhu dan menghilangkan dahaga dengan satu mata air, mata air Zamzam. Subhanallah… mata yang terserang kantuk seketika terbuka manakala terciprat air suci ini. Karena area terdekat Ka’bah penuh sesak dengan jama’ah haji, kami mengambil posisi thawaf di lantai dua. Itu pun masih terbilang penuh namun masih aman karena tidak terlalu sesak.

Pada putaran pertama, kami masih dalam satu rombongan. Putaran kedua, putaran ketiga, dan memasuki putaran keempat rombongan kami mulai kacau. Ada beberapa jama’ah yang tertinggal, termasuk saya, ayah dan ibu. Jujur saja, kami tidak begitu paham jika thawaf seharusnya dengan berlari-lari kecil. Namun, karena jarang berjalan kaki, walhasil kami cepat lelah dan mengambil cara hanya dengan berjalan cepat. Padahal jama’ah lain semuanya berlari-lari kecil. Walhasil kami tertinggal jauh. Akhirnya kami memutuskan untuk thawaf sendiri tanpa mengikuti rombongan. Suatu keputusan yang terbilang nekat. Saya juga tidak bisa membiarkan kondisi ibu yang tampak lelah dan agak pucat. Maklum saja, ibu tergolong mudah sakit jika terlalu lelah. 11 jam penerbangan, tiba di bandara kami diharuskan segera mandi dan berihram, berebut memasuki bus yang mengantarkan kami sampai di pondokan dengan jarak tempuh sekitar 3-4 jam, dan hanya beristirahat kurang dari 1 jam. Bagi yang tidak terbiasa semacam ibu, jelas akan lekas capek. Ditambah dengan kondisi udara yang berbeda jauh dengan iklim di Indonesia. Jetlag istilah kerennya.

Setelah melakukan thawaf, kami (maksunya saya, ayah dan ibu karena kami tertinggal rombongan) mulai bergerak untuk sa’i. Kami mencari tempat sa’i, bukit Shafa dan Marwa. Berbekal bahasa inggris dan bahasa arab yang masih abal-abal, akhirnya setelah berputar-putar, kami berhasil menemukannya. Kami pun mengikuti arus jama’ah haji lainnya. Memulai sa’i sambil merenungkan kisah Ibu Hajjar dan putranya, Nabi Ismail as. Setelah usai sa’i, kami pun bergegas untuk mencari jalan pulang, mencari pintu keluar area Masjidil Haram. Kami lupa bahwa posisi kami di lantai dua. Kami sempat berputar-putar di lapis luar pertama area Masjidil Haram. Kami, terutama saya dan ibu mulai panik karena tak kunjung menemukan pintu keluar utama. Padahal kunci kamar pondokan ada di saku saya. Saya sudah membayangkan akan mendapat cacian dari jama’ah haji yang satu kamar dengan saya dan ibu. Keteledoran kami karena tidak sami’na wa atho’na kepada pemimpin rombongan berbuah musibah. Kecil namun cukup untuk menegur kami agar tidak sembrono mengambil keputusan. Apalagi ini negri asing bagi kami.

Setelah kelelahan, terus beristighfar karena kekhilafahan kami hari ini, kami berhasil menemukan jalan keluar. Kami tiba di pondokan tepat adzan Maghrib. Saya bersyukur tidak ada jama’ah yang mendamprat, apalagi mendamprat ibu yang sudah terlanjur kelelahan.

Astaghfirullah…

Subhanallah wal hamdulillah…


PERAN JARINGAN DAN KERJA SAMA PERPUSTAKAAN SEBAGAI MEDIA PENYARING SUMBER INFORMASI RISET BERKUALITAS (STUDI OBSERVASI DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA)

Perpustakaan dan Ledakan Informasi Abad 21

            Secara sepintas, jika kita membedah tentang perpustakaan, terutama perpustakaan di Indonesia, dapat dipastikan kita akan dihadapkan pada segudang problematika sarana dan prasarana dan kurangnya minat baca masyarakat kita. Dua core focus tersebut saat ini dapat diatasi dengan adanya kesadaran dari beberapa tokoh maupun komunitas yang giat dalam merangsang minat baca masyarakat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kuantitas penerbitan buku sebagai salah satu media baca. Taman-taman bacaan hingga menjamurnya toko buku baik yang ada secara fisik maupun yang marak melalui media online menjadi salah satu indikasi positif meningkatnya minat baca masyarakat Indonesia. Lantas bagaimana dengan peran perpustakaan di tengah menggeliatnya industri perbukuan dan meningkatnya minat baca Indonesia?

 

Pada dekade perang dunia kedua, kita mengenal adanya ledakan informasi. Ketika Amerika Serikat kewalahan dalam mengelola informasi yang membludak sehingga melahirkan bidang ilmu informasi dan cabang-cabangnya, seperti ilmu perpustakaan dan ilmu kearsipan. Abad 21, yang dikenal sebagai era teknologi informasi karena kemunculan berbagai produk rekayasa teknologi untuk memenuhi keingintahuan masyarakat global dengan cara yang cepat dan efisien, ledakan informasi pun kembali terjadi. Kecanggihan dunia maya semakin membuat pola konsumsi informasi masyarakat kita meningkat tajam. Berbagai gadget atau perangkat keras diluncurkan untuk mempercepat dan mengefisienkan pengguna informasi. Kini, kita tak perlu lagi mencari toko buku karena cukup dengan sekali “klik” kita dapat langsung terhubung dengan toko buku secara online dan mencari buku yang kita inginkan. Begitu pula yang diterapkan jika kita tidak ingin bersusah payah ke perpustakaan. Penyebaran e-library akhir-akhir ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat, terutama akademisi, yang membutuhkan buku-buku dari suatu perpustakaan. Ada sisi positif, namun ada pula dampak negatif dari kecanggihan dunia maya, terutama bagi eksistensi perpustakaan real. Masalah-masalah yang dihadapi perpustakaan di abad 21 dapat dirangkum dalam beberapa point berikut:

  1. Ledakan pengetahuan dan informasi;
  2. Bertambahnya populasi pengguna;
  3. Masalah kualitas pelayanan perpustakaan;
  4. Masalah pengadaan koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna;
  5. Masalah inflasi moneter.

 

Permasalahan tersebut tidak hanya dihadapi oleh perpustakaan umum, tetapi juga perpustakaan perguruan tinggi, termasuk pula perpustakaan milik Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. UGM, sebagai salah satu perguruan tinggi tertua di Indonesia yang juga tengah memasuki fase sebagai universitas riset kelas dunia (World Class Research University), perlu juga meningkatkan kinerja perpustakaannya sebagai unit penunjang utama dalam penyediaan informasi terutama terkait bidang riset atau penelitian. Berbagai upaya tengah digencarkan dalam menunjang program universitas sebagai WCRU dengan fasilitas-fasilitas yang berjalan sesuai dengan standar internasional. Beberapa sumber informasi yang disuguhkan pun melalui proses penyaringan akademik agar kelak dapat menjadi sumber informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam berbagai penelitian.

 

Profil Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM)

Perpustakaan UGM didirikan pada tanggal 1 Maret 1951, dan pada awal berdirinya berada di Jalan Panembahan Senopati, Yogyakarta. Perpustakaan UGM mengalami tiga kali pemugaran dan perpindahan tempat, yaitu:

  1. Tahun 1959, pindah ke gedung Pantja Dharma, di Jalan C. Simanjuntak, Sekip Unit V. Saat ini gedung perpustakaan tersebut difungsikan untuk Layanan Sirkulasi dan Hatta Corner.
  2. Tahun 1975, UGM membangun gedung perpustakaan baru di selatan Kantor Pusat Universitas.
  3. Tahun 2008, melalui SK Rektor No. 200/P/SK/HT/2008 tanggal 8 Mei 2008, pengelolaan Perpustakaan Sekolah Pascasarjana menjadi satu dengan Perpustakaan Universitas.

 

Oleh karena perpindahan dan penambahan gedung, maka perpustakaan UGM memiliki tiga bangunan, yaitu:

  1. Gedung Unit 1 Bulaksumur yang difungsikan untuk kantor Administrasi Perpustakaan, pengolahan bahan pustaka, American Corner dan IDIS (Bank Dunia) Corner, ruang seminar, ruang belajar dan akses internet.
  2. Gedung Unit II Sekip, difungsikan sebagai layanan sirkulasi, keanggotaan, Sampoerna Corner, Hatta Corner, ruang belajar dan akses internet.
  3. Gedung Unit III Bulaksumur, difungsikan untuk layanan referensi dan silang layan, terbitan berkala, jurnal, koleksi tesis dan disertasi, karya-karya ilmiah, penelitian, pidato pengukuhan, ruang belajar dan akses internet.

 

Adapun visi dan misi perpustakaan UGM yaitu:

–          Visi:  memberikan layanan informasi global melalui akses lokal untuk mendukung penelitian

–          Misi:

  • Menjadikan perpustakaan berstandar internasional yang mendukung universitas penelitian;
  • Menyediakan informasi yang berkualitas lewat berbagai format media dan penyediaan akses ke berbagai sumber informasi berskala internasional;
  • Membangun sumber daya manusia berbudaya yang dapat mengelola dan memberikan pelayanan informasi secara profesional.

 

Tugas pokok perpustakaan UGM sesuai SK Rektor No. 205/P/SK/HT/2007, antara lain:

  1. Membuat perencanaan strategis kegiatan-kegiatan perpustakaan;
  2. Mengkooordinasi semua kegiatan pelayanan perpustakaan yang ada di lingkungan perguruan tinggi;
  3. Menjalin kerjasama dengan instansi terkait baik di dalam maupun di luar negeri dalam rangka menyelenggarakan pelayanan perpustakaan;
  4. Mengelola sumber-sumber informasi penunjang kegiatan akademik yang ada di lingkungan universitas;
  5. Melakukan pembinaan dan usaha pengembangan sumber daya manusia yang terdiri dari pustakawan dan pegawai perpustakaan
  6. Membuat laporan secara periodik kepada pimpinan UGM.

Berdasarkan laporan tahunan perpustakaan UGM, sampai dengan periode 1 Januari 2009, perpustakaan UGM didukung sumber daya manusia sebanyak 129 personil yang terdiri atas 114 PNS dan 12 honorer.

 

Data Pegawai Perpustakaan UGM Menurut Pendidikan

No

Pendidikan

PNS

Honorer

Jumlah

1.

SLTP&SLTA

44

4

48

2.

Diploma Umum

13

0

13

3.

Diploma Perpustakaan

22

0

22

4.

S-1 Umum

17

0

17

5.

S-1 Perpustakaan

10

0

10

6.

S-2

18

1

19

Total

124

5

129

 

Data Pustakawan UGM Tahun 2009

No.

Jabatan

Jumlah

Ketr.

1.

Pustakawan Pelaksana

21

 

2.

Pustakawan Pelaksana Lanjutan

23

 

3.

Pustakawan Penyelia

19

 

4.

Pustakawan Pertama

10

 

5.

Pustakawan Muda

7

 

6.

Pustakawan Madya

2

 

7.

Pustakawan Utama

2

 

Total

86

 

 

Jumlah 86 pustakawan tersebut 51 pustakawan diantaranya ditempatkan di Perpustakaan Fakultas dan pusat-pusat studi di lingkungan UGM.

 

Koleksi cetak yang dimiliki perpustakaan UGM

No.

Jenis Bahan Pustaka

2008

2009

Judul

Eks.

Judul

Eks.

1.

Buku Teks

380.788

570.415

373.528

572.770

2.

Penerbitan Pemerintah

7.382

11.704

7.488

11.720

3.

Laporan Penelitian

45.392

52.126

45.665

52.547

4.

Skripsi

80.730

87.093

83.327

90.137

5.

Tesis

59.739

62.159

65.714

68.156

6.

Disertasi

4.840

4.977

4.970

5.118

7.

Makalah Seminar

6.400

6.400

6.858

6.889

8.

Jurnal&Majalah

24.013

209.309

24.671

198.005

9.

Kliping

7.046

7.079

7.478

7.507

Total

570.983

959.188

619.659

1.012.849

 

Untuk koleksi non-cetak yaitu berupa CD Rom sejumlah 20.773 judul atau 21.295 keping.

 

Layanan yang dilakukan terbagi dalam tiga gedung, antara lain:

  1. Layanan Gedung Unit 1 Bulaksumur, yaitu American Corner, IDIS World Bank Corner, Pengolahan dan Perawatan Bahan Pustaka;
  2. Layanan Gedung Unit II Sekip, yaitu sirkulasi (peminjaman buku), layanan keanggotaan dan wifi, Sampoerna Corner, Hatta Corner;
  3. Layanan Gedung Unit III Bulaksumur, yaitu layanan referensi dan silang layan, layanan terbitan berkala dan jurnal, layanan Academic Resource Center, Dokumentasi dan Koleksi Karya Ilmiah, internet untuk mahasiswa.

 

Dari segi pengunjung, total pengunjung perpustakaan di lingkungan UGM sebesar 972.780 pengunjung. Syarat untuk menjadi anggota perpustakaan UGM yaitu:

  1. Civitas akademika UGM untuk mengaktifasi keanggotaan:
    1. Mengisi formulir yang tersedia;
    2. Menyerahkan pas foto ukuran 2×3 1 lembar;
    3. Menyerahkan fotokopi identitas diri:

–          Mahasiswa UGM menggunakan KTM yang masih berlaku

–          Dosen dan karyawan menggunakan KTP/kartu identitas yang masih berlaku

–          Alumni UGM menggunakan kartu KAGAMA namun hanya terbatas baca di tempat dan berlaku untuk 3 bulan

  1. Pengguna di luar UGM, menggunakan Kartu Baca sehingga berhak menggunakan fasilitas koleksi perpustakaan untuk dibaca atau difotokopi, tetapi tidak dapat dibawa pulang.
  2. Membayar biaya administrasi

 

Jika kita melihat secara sepintas, perpustakaan UGM dapat dikategorikan perpustakaan yang cukup lengkap untuk ukuran perguruan tinggi negeri, dengan 18 perpustakaan fakultas, 13 perpustakaan jurusan, 7 perpustakaan magister, 1 perpustakaan lembaga dan 25 perpustakaan pusat studi. Meski demikian, keterbatasan dalam pelayanan maupun koleksi disadari masih ada. Oleh karena itu, perpustakaan UGM pun mengadakan program kerjasama, baik secara internal maupun eksternal, dalam cakupan nasional hingga internasional. Selain sebagai salah satu tugas pokok perpustakaan, program kerjasama juga sebagai bentuk kesadaran perpustakaan UGM akan keterbatasan kemampuannya sebagai penyedia sumber informasi, terutama untuk mendukung kinerja UGM sebagai universitas riset kelas dunia.

 

Program Jaringan dan Kerjasama Perpustakaan

  1. a.      Makna Jaringan dan Kerjasama Perpustakaan

Seperti halnya manusia yang meskipun diciptakan paling sempurna oleh Tuhan Yang Maha Kuasa tetapi memiliki keterbatasan, perpustakaan pun memiliki keterbatasan baik keterbatasan dalam hal sarana dan prasarana maupun sumber daya manusianya. Apalagi di era keterbukaan informasi yang memiliki efek tingkat konsumsi masyarakat akan informasi yang semakin meningkat tajam, peran perpustakaan sebagai media penyedia dan pengelola sumber informasi seharusnya semakin dimasifkan. Tanpa disadari, informasi yang menyebar di tengah masyarakat mengalir deras seolah tanpa saringan yang baik dan profesional. Selain itu, acapkali informasi tersebut mengesampingkan unsur ilmiah yang menjadi syarat mutlak sumber informasi yang akan menjadi konsumsi masyarakat akademik, terutama di lingkungan perguruan tinggi. Era teknologi informasi juga berimbas pada fakta semakin sempitnya dunia atau dengan kata lain dunia memasuki era globalisasi. Kita dapat mengakses banyak sumber informasi hingga ke luar negeri. Kondisi ini pun merupakan penyebab lain dari ledakan informasi dan jebolnya penyaring informasi sehingga informasi yang tersaring menjadi semakin kabur dari unsur ilmiah. Hal ini pun menjadi pendorong bagi kerjasama internasional dengan pihak-pihak berkompeten.

Perpustakaan sebagai pengelola sumber informasi seharusnya mampu menjawab tantangan untuk menjadi media penyaring informasi yang beredar luas dan akan menjadi konsumsi masyarakat akademik. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dan membentuk suatu jejaring penyedia sumber informasi riset, terutama dengan pihak-pihak yang kompeten dan profesional agar sumber informasi untuk kelangsungan riset dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

 

Menurut Pawit M. Yusup, kerjasama perpustakaan dapat dilakukan dalam pengadaan informasi dan sumber informasi, penyimpanan koleksi dan pelayanan sehingga dapat mengurangi keterbatasan sarana perpustakaan, menjaga keseimbangan koleksi dengan sarana dan meningkatkan kualitas pelayanan. Prinsip utama dari kerjasama adalah pelayanan maksimal dalam pemanfaatan sebanyak mungkin sumber informasi yang ada dengan biaya minimum.

Adapun sasaran yang hendak dicapai dengan adanya program kerjasama perpustakaan antara lain:

  1. Menambah sumber informasi yang tersedia
  2. Memperluas aksesibilitas sumber-sumber informasi
  3. Mengurangi biaya
  4. Meningkatkan penyerapan sumber-sumber informasi

 

  1. b.      Program Kerjasama Perpustakaan UGM

Program kerjasama yang dilakukan oleh perpustakaan UGM terbagi menjadi dua kategori, yaitu kerjasama internal dan kerjasama eksternal.

  1. Kerjasama Internal, yaitu kerjasama antar perpustakaan di lingkungan UGM, yaitu perpustakaan pusat dan fakultas. Kerjasama ini berupa menyamakan satu layanan dengan satu kartu bagi civitas akademika. Selain itu penyatuan katalog online yang digunakan perpustakaan pusat dan fakultas. Namun, kerjasama ini tidak langsung tertuju kepada pengguna tapi melalui petugas perpustakaan. Jadi, jika pengguna ingin meminjam buku melalui program kerjasama ini harus melalui petugas perpustakaan yang nanti akan meminjamkan buku yang dibutuhkan pengguna. Bentuk kerjasama ini dapat juga disebut kerjasama peminjaman antar perpustakaan di tingkat lokal.
  2. Kerjasama Ekternal, yaitu kerjasama yang dilakukan dengan pihak-pihak di luar lingkungan UGM, terdiri dari:
    1. Kerjasama kepustakawanan, dapat berupa pelatihan, magang maupun bentuk kerjasama lainnya. Pelatihan yang dilakukan selain pusdokinfo, juga pelatihan insidental atas permintaan lembaga yang berminat. Selain tergabung dalam Forum Kerjasama Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri (FKP2N), perpustakaan UGM juga tergabung dalam Jogja Library For All (JLFA) yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi Yogyakarta bersama dengan beberapa perguruan tinggi di Provinsi DIY, yaitu AMIK Kayani, UAD, UAJY, UKDW, UII, ISI, UNY, UMY, UPN, USD dan STPN. Cakupan JLFA juga hingga ke tinggal sekolah, dari SMA hingga SD. Dengan menjadi anggota dari JLFA dan memiliki kartu smart card jogjalib, pengguna dapat mengakses bahan-bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan yang tergabung dalam JLFA.
    2. Kerjasama antar lembaga, yaitu dengan perpustakaan di dalam maupun di luar negeri. Di tingkat ASEAN, perpustakaan UGM termasuk dalam AUNILO (ASEAN University Network Inter-Library Online) bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Kamboja, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam. Dengan kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan tukar menukar informasi akademik secara digital lintas negara.

Secara umum, tidak ada persyaratan khusus dalam penyelenggaraan program kerjasama diatas. Dalam hal kesiapan sumber daya manusia (pustakawan) menghadapi kerjasama yang sudah mendunia, perpustakaan UGM kerapkali mengadakan magang bagi pustakawannya di perpustakaan-perpustakaan di luar negeri, seperti di Malaysia. Beberapa pustakawan juga sudah banyak yang menjadi pemakalah di tingkat nasional dan membuka beberapa diklat.

 

Kendala yang dihadapi perpustakaan UGM dalam menjalankan program kerjasama ini hanya berkisar pada masalah kebijakan pimpinan yang kerapkali berubah-ubah sehingga kesiapan menjadi kurang begitu maksimal.

 

Kesimpulan

            Program kerjasama perpustakaan melalui berbagai jaringan, baik di tingkat lokal hingga di tingkat internasional merupakan salah satu upaya meningkatkan profesionalitas layanan dalam memenuhi kebutuhan akan informasi yang aktual dan memenuhi unsur ilmiah atau akademis. Meskipun perpustakaan tersebut dapat dikatakan lengkap dalam hal koleksi maupun prima dalam pelayanan, namun tetap saja akan ditemui keterbatasan-keterbatasan yang hanya dapat ditanggulangi melalui program kerjasama, apalagi dengan adanya ledakan informasi versi abad ke 21 yang lebih masif daripada yang terjadi pada dekade perang dunia ke dua. Harapannya, dengan adanya program kerjasama, perpustakaan sebagai pengelola bahan pustaka dan sumber informasi dapat juga menjadi penyaring atau filter yang kuat dan profesional sehingga koleksi yang dimiliki dapat menjadi penunjang utama, terutama dalam menciptakan iklim riset atau penelitian di berbagai perguruan tinggi, tidak hanya di UGM. Semoga.

 

Daftar Pustaka

Basuki, Sulistyo, Pengantar Ilmu Perpustakaan, 1993, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

 

M. Yusup, Pawit, Ilmu Informasi, Komunikasi dan Kepustakaan, 2009, Jakarta: Bumi Aksara

 

Laporan Tahunan Perpustakaan Universitas Gadjah Mada Tahun 2009

 

http://duniaperpustakaan.com/2010/05/09/jogja-library-for-all/

 

Interview dengan narasumber: Wahyu Supriyanto (Kabid. Database&Jaringan Perpustakaan UGM) pada Kamis, 29 Desember 2011 di Gedung Perpustakaan Unit 1 Bulaksumur, Yogyakarta.